Sejarah Vihara

Vihara Theravada Metta Vidya Loka didirikan pada tahun 1983-1986, setelah melalui beberapa tahap pembangunan kemudian diresmikan oleh Bupati Pati Tasiman, S.H pada 22 mei 2005. Berdiri di tengah lahan seluas 6 x 10 meter. Saat ini Vihara Theravada Metta Vidya Loka memiliki umat sebanyak 23 kepala keluarga.

Meskipun jumlah umatnya terbatas, namun semangat umat Buddha di vihara ini sangat luar biasa. Animo mengikuti kegiatan puja bakti dan keagamaan lainnya sangat tinggi. Meskipun demikian, umat Buddha di sini masih sangat mengharapkan perhatian dan pembinaan agar dapat berkembang dengan baik.

Lokasi dan Fasilitas Vihara

Vihara Theravada Metta Vidya Loka terletak di Dukuh Dukoh Desa Ngablak RT 02/12 Kecamatan Cluwak Kabupaten Pati Jawa Tengah.

Umat Vihara Theravada Metta Vidya Loka juga membuka kesempatan bagi para dermawan yg ingin menanam kebajikan dengan turut membantu pembangunan vihara.

  • KEBAKTIAN UMUM
  • 19.00
    SABTU
  • REMAJA
  • 13.00
    MINGGU
  • SEKOLAH MINGGU
  • 08.00
    MINGGU

Pengurus Vihara

testimoni

Jatmiko Sulistyo

Ketua

testimoni

Darsi

Sekretaris

testimoni

Diyono

Bendahara

Berita Terbaru

Lihat Artikel Lainnya

Butuh informasi lain mengenai vihara kami?

makna khatina

Hari Suci Kathina atau Khathina Puja merupakan hari bakti umat Buddha kepada Sangha. Sangha merupakan persaudaraan para bhikkhu / bhikkhuni. Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta ini. Sangha merupakan pewaris dan pengamal Buddha Dhamma yang patut dihormati. Dengan adanya Sangha, yang anggotanya menjalankan peraturan-peraturan kebhikkhuan (vinaya) dengan baik. Buddha Dhamma akan berkembang terus di dunia ini. Sangha merupakan pemeliharaan kitab Suci Tipitaka / Tripitaka.
Umat Buddha berterima kasih kepada Sangha dengan menyelenggarakan perayaan Kathina Puja. Umat Buddha berterima kasih kepada para bhikkhu / bhikkhuni yang telah menjalankan masa vassa di daerah mereka, dengan mempersembahkan Kain Kathina (Kathinadussam) yang berwana putih sebagai bahan pembuatan jubah Kathina. Dalam Kitab Mahavagga berbahasa Pali, bagian dari Vinaya Pitaka, Sang Buddha mengatakan kepada para bhikkhu, ketika Beliau berada di Jetavana Arama milik Anathapindhika, dikota Savantthi, sebagai berikut :
“ Aku memperolehkan Anda sekalian, oh para bhikkhu,
untuk menerima Kain Kathina
sebagai bahan pembuatan jubah Kathina
jika telah menyelesaikan masa vassa.”

makna asadha

Peristiwa suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Sebab, dengan terjadinya peristiwa Asadha itulah, maka sampai saat ini umat Buddha masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hidup dan kehidupan ini; Buddha Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya.
Hari suci Asadha memperingati tiga peristiwa penting, yaitu :
  1. Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.
  2. Terbentuknya sangha Bhikkhu yang pertama.
  3. Lengkapnya Tiratana/Triratna ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ).
Tepat dua bulan setelah mencapai Penerangan Sempurna, Sang Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Mereka yang kemudian disebut Panca Vaggiya Bhikkhu ini adalah Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji.

makna waisak




Salah satu hari raya agama Buddha adalah hari raya Trisuci Waisak. Kata “Waisak” sendiri berasal dari bahasa Pali “Vesakha” atau di dalam bahasa Sansekerta disebut “Vaisakha”. Nama “Vesakha” sendiri diambil dari bulan dalam kalender buddhis yang biasanya jatuh pada bulan Mei kalender Masehi. Namun, terkadang hari Waisak jatuh pada akhir bulan April atau awal bulan Juni.
Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama. Tiga kejadian tersebut—kelahiran, penerangan, kematian— terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak.
Biasanya pada hari waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke wihara dan melakukan ritual puja-bhakti. Harus dimengerti bahwa umat Buddha melaksanakan ritual puja-bhakti adalah bertujuan untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha, menyontoh perilaku sang Buddha dan melaksanakan ajaran agama Buddha. Bagi umat Buddha, hal tersebut berarti menaati peraturan moral, seperti menghindari pembunuhan makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukkan. Selain kelima larangan tersebut, umat Buddha ketika hari Waisak biasanya mengembangkan cinta-kasih dengan cara membantu fakir-miskin atau mereka yang membutuhkan, melepas hewan (biasanya burung) sebagai simbol cinta-kasih dan penghargaan terhadap lingkungan, serta merenungkan segala perbuatan yang telah dilakukan apakah baik atau buruk sehingga diharapkan di masa mendatangkan tidak mengulangi perbuatan yang buruk yang dapat merugikan.
Waisak sebagai sebuah hari raya agama Buddha bisa memberikan contoh yang positif kepada setiap orang. Contoh positif yang dapat diteladani adalah pengembangan cinta-kasih kepada setiap makhluk hidup. Wujudnya bisa berupa berdana membantu mereka yang membutuhkan, mendonorkan darah, menjaga lingkungan sekitar dengan hidup sederhana atau perbuatan-perbuatan baik lainnya. Akhirnya satu harapan besar dari hari Waisak tersebut adalah bahwa setiap manusia diharapkan dapat merenungi segala perbuatannya dan setiap saat selalu hidup dengan rasa cinta-kasih tanpa kebencian, seperti yang tertulis di dalam Dhammapada, “Kebencian tidak akan selesai jika dibalas dengan kebencian, tetapi hanya dengan memaafkan dan cinta-kasihlah maka kebencian akan lenyap.”